Aku terinspirasi dari novel Ayu Utami yang berjudul LARUNG. sepertinya menarik juga untuk dibuat suatu tulisan atau mungkin lebih tepatnya suatu bahasan.Tapi entahlah.
Kebahagiaan itu sangat dibutuhkan oleh setiap orang.kebahagiaan itu dicari oleh siapa saja yang merasakan hidupnya sekan-akan hanya dihinggapi kesedihan. Kebahagiaan itu juga dirindu siapa saja yang sudah lama tak mengecap rasa luar biasa tersebut.
Tetapi apakah kebahagiaan itu sendiri?.
Bahagia ketika kita bisa berada terus bersama pacar kita?bahagia ketika dapat membuat orangtua tersayang menangis bahagia?, atau kebahagiaan itu adalah berada diantara teman-teman dengan cara bersenang-senang menghilangkan beban dan kepenatan?atau kebahagiaan itu ketika apa yang kita inginkan dapat teraih dan terwujud?.
Akan sulit menilai dimanakah kebahagiaan yang telah kita rasakan.Apakah ada alat unutk mengukurnya? Dimanakah alat tersebut dijual sehingga kita dapat membelinya?. Berbentuk meteran'kah? ketika kita tempelkan tepat ditempat jantung ini berdenyut atau diatas kepala kita dapat mengukur kebahagiaan yang kita rasakan?
Hanya kita yang tau apa kebahagiaan itu.
"Apakah Kebahagiaan Memerlukan Alasan Yang Cerdas???"
Beberapa berpendapat:
1. i thot so...but then i dont think so...but then again i think whatever lah...as long as I'm happy..
2. apakah kecerdasan menjamin kebahagiaan? kalau iya maka jawabannya adalah: ya, namun kalau tidak, maka jawabannya adalah: tentu saja tidak. Saya sendiri cenderung mengatakan: tidak. (^_^) Met pagi.
3. hwehehehe...i think so...tp, sprtinya utk mencapai kebahagiaan jg di butuhkan proses berpikir...agar tdk terjebak dlm kebahagiaan semu dan sesaat, apalagi kebahagiaan yg menjebak...so, keep aware dear!!
PENTINGNYA KEBAHAGIAAN
Kebahagiaan itu menjalar, demikian yang dilaporkan para peneliti. Tim yang sama yang membuktikan penderita obesitas dan perokok yang tersebar dalam suatu jaringan telah menunjukkan bahwa semakin berbahagia orang yang Anda kenal, mungkin Anda sendiri akan semakin merasa bahagia.
Dan berhubungan dengan orang-orang yang berbahagia akan meningkatkan kebahagiaan seseorang, tulis mereka dalam British Medical Journal.
“Apa yang sedang kita hadapi adalah dorongan emosi,” kata Nicholas Christakis, seorang profesor dari sosiolog medis di Harvard Medical School di Boston, dalam suatu wawancara telepon.
Christakis dan seorang ilmuwan politik di University of California, San Diego, bernama James Fowler, tengah memakai data dari 4,700 sukarelawan anak di Framingham Heart Study, penelitian kesehatan dalam skala besar di Framingham, Massachusetts, sejak 1948.
Mereka tengah menganalisa fakta-fakta berharga melalui penelusuran kembali lembar-lembar ijazah mulai 1971, mengikuti data kelahiran, perkawinan, kematian, dan perceraian. Sukarelawan juga memberikan daftar informasi kontak sahabat-sahabat terdekat, teman-teman kerja, dan tetangga mereka.
Mereka mengukur kebahagiaan dengan menggunakan empat pertanyaan sederhana.
“Mereka ditanya seberapa sering dalam satu minggu ini, pertama, saya menikmati hidup, dua, saya merasa bahagia, tiga, saya merasa penuh harapan mengenai masa depan, dan empat, saya merasa bahwa saya sama baiknya seperti orang lain,” kata Fowler.
60 persen orang dengan skor tinggi pada keempat pertanyaan tersebut dikategorikan ‘bahagia’, sedang sisanya dikategorikan pada ‘tidak bahagia’.
Data menunjukkan, orang yang memiliki hubungan sosial baik itu teman, pasangan, tetangga, keluarga yang luas, juga merupakan orang yang paling berbahagia. “Setiap kebahagiaan ekstra yang dimiliki seseorang membuat Anda lebih berbahagia,” kata Christakis.
“Bayangkan bila saya terhubung dengan Anda, dan Anda terhubung ke orang lain dan orang lain terhubung ke orang lain lagi. Ini seperti tenunan ras manusia, seperti selimut quilt (potongan-potongan kain yang dijahit menjadi selimut) Amerika.”
Masing-masing orang duduk dalam satu warna patch yang berbeda. “Bayangkan bila patch yang disini bahagia dan patch yang di sana tidak bahagia. Kebahagiaan Anda tergantung pada patch yang sedang berlangsung di sekeliling Anda,” lanjut Christakis.
“Ini bukan hanya masalah antara orang bahagia yang berkaitan dengan orang bahagia lainnya, seperti yang mereka lakukan. Di atas dan di luar hal tersebut, ini sedang berlangsung suatu proses penjalaran.”
Dan mereka menemukan bahwa ;
Kebahagiaan lebih menjalar dibandingkan ketidakbahagiaan.
“Jika kontak sosial di sekitar Anda bahagia, hal itu akan meningkatkan kemungkinan Anda berbahagia sebesar 15 persen,” kata Fowler. “Teman dari seorang teman, atau teman dari pasangan atau saudara kandung, jika mereka bahagia, akan meningkatkan kesempatan Anda berbahagia sebesar 10 persen,” tambahnya.
Kebahagiaan teman peringkat tiga—teman dari temannya seorang teman—akan meningkatkan kesempatan seseorang menjadi bahagia sebesar 6 persen.
“Namun setiap ekstra ketidak-bahagiaan teman meningkatkan kemungkinan Anda merasa tak bahagia sebesar 7 persen,” jelas Fowler.
Penemuan ini menarik, tetapi juga bermanfaat, lanjut Fowler.
“Diantara manfaat-manfaat lain, kebahagiaan telah menunjukkan pengaruh penting atas pengurangan angka kematian, pengurangan rasa sakit, dan meningkatkan fungsi jantung. Jadi pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kebahagiaan menyebar dapat membantu kami mempelajari bagaimana mempromosikan masyarakat yang lebih sehat,” sahutnya lagi.
Penelitian ini juga sesuai dengan data lain pada 1984 yang menunjukkan bahwa dengan memiliki tambahan uang sebesar US $ 5,000 (setara 57,5 juta rupiah) akan meningkatkan kesempatan seseorang menjadi lebih bahagia sekitar 2 persen.
“Seorang teman yang berbahagia bernilai sekitar US $ 20,000 (setara 230 juta rupiah),” tutup Christakis.
KEBAHAGIAAN
Gede Prama memulai bercerita tentang tokoh asal Timur Tengah, Nasruddin. Suatu hari, Nasruddin mencari sesuatu di halaman rumahnya yang penuh dengan pasir. Ternyata dia mencari jarum. Tetangganya yang merasa kasihan, ikut membantunya mencari jarum tersebut. Tetapi selama sejam mereka mencari, jarum itu tak ketemu juga.
Tetangganya bertanya, “Jarumnya jatuh dimana?”
“Jarumnya jatuh di dalam,” jawab Nasruddin.
“Kalau jarum bisa jatuh di dalam, kenapa mencarinya di luar?” tanya tetangganya. Dengan ekspresi tanpa dosa, Nasruddin menjawab, “Karena di dalam gelap, di luar terang.”
Perjalanan kita mencari kebahagiaan dan keindahan. Sering kali kita mencarinya di luar dan tidak mendapat apa-apa. Sedangkan daerah tergelap dalam mencari kebahagiaan dan keindahan, sebenarnya adalah daerah-daerah di dalam diri. Justru letak ’sumur’ kebahagiaan yang tak pernah kering, berada di dalam. Tak perlu juga mencarinya jauh-jauh, karena ’sumur’ itu berada di dalam semua orang.
Sayangnya karena faktor peradaban, keserakahan dan faktor lainnya, banyak orang mencari sumur itu di luar. Ada orang yang mencari bentuk kebahagiaannya dalam kehalusan kulit, jabatan, baju mahal, mobil bagus atau rumah indah. Tetapi kenyataannya, setiap pencarian di luar tersebut akan berujung pada bukan apa-apa. Karena semua itu, tidak akan berlangsung lama. Kulit, misalnya, akan keriput karena termakan usia, mobil mewah akan berganti dengan model terbaru, jabatan juga akan hilang karena pensiun.
“Setiap perjalanan mencari kebahagiaan dan keindahan di luar, akan selalu berujung pada bukan apa-apa, leads you nowhere. Setiap kekecewaan hidup yang jauh dari keindahan dan kebahagiaan, berangkat dari mencarinya di luar,” tegas Gede Prama.
Untuk mencapai tingkatan kehidupan yang penuh keindahan dan kebahagiaan, seseorang harus melalui 5 (lima) buah ‘pintu’ yang menuju ke tempat tersebut.
Pintu pertama adalah stop comparing, start flowing.
Pintu pertama adalah stop comparing, start flowing.
“Stop membandingkan dengan yang lain. Seorang ayah atau ibu belajar untuk tidak membandingkan anak dengan yang lain. Karena setiap pembandingan akan membuat anak-anak mencari kebahagiaan di luar,” ujar Gede Prama.
Setiap penderitaan hidup manusia, setiap bentuk ketidakindahan, menurut Gede Prama, dimulai dari membandingkan. Gede Prama mencontohkan orang kaya berkulit hitam yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa dia berkulit hitam. Orang itu sering kali membandingkan dirinya dengan orang kulit putih.
“Uangnya banyak, mampu mengongkosi hobinya untuk operasi plastik. Sehingga orang yang hidup dari satu perbandingan ke perbandingan lain, maka hidupnya kurang lebih sama dengan seorang orang kaya itu. Leads you nowhere,” kata Gede Prama dengan logatnya yang khas.
Karena itu, Gede Prama mengajak peserta ke sebuah titik, mengalir (flowing) menuju ke kehidupan yang paling indah di dunia, yaitu menjadi diri sendiri. Apa yang disebut flowing ini sesungguhnya sederhana saja.
Kita akan menemukan yang terbaik dari diri kita, ketika kita mulai belajar menerimanya. Sehingga kepercayaan diri juga dapat muncul. Kepercayaan diri ini berkaitan dengan keyakinan-keyakinan yang kita bangun dari dalam. “Tidak ada kehidupan yang paling indah dengan menjadi diri sendiri. Itulah keindahan yang sebenar-benarnya!” kata Gede Prama.
Pintu kedua menuju keindahan dan kebahagiaan adalah memberi.
Sebab utama kita berada di bumi ini, kata Gede Prama, adalah untuk memberi. “Kalau masih ragu dengan kegiatan memberi, artinya kita harus memberi lebih banyak,” ujar Gede Prama.
“Saya melihat ada 3 tangga emas kehidupan; I intend good, I do good and I am good. Saya berniat baik, saya melakukan hal yang baik, kemudian saya menjadi orang baik. Yang baik-baik itu bisa kita lakukan, bila kita konsentrasi pada hal memberi,” lanjut Gede Prama lagi. Memberi tidak harus selalu dalam bentuk materi. Pemberian dapat berbentuk senyum, pelukan, perhatian. Dan setiap manusia yang sudah rajin memberi, dia akan memasuki wilayah beauty and happiness.
“Saya sering bertemu dengan orang-orang kaya. Ada yang suka memberi, ada yang pelit. Saya melihat orang yang tidak suka memberi muka orang itu keringnya minta ampun. Orang yang mukanya kering ini bertanya pada saya, apa rahasia kehidupan yang paling penting yang bisa saya bagi ke saya.
Saya bilang sleep well, eat well,” ungkap Gede Prama sambil tersenyum. Artinya memang, untuk ongkos untuk menjadi bahagia tidak mahal. Hanya saja orang sering kali memperumit hal yang sudah rumit. Kalau kita sederhanakan, sleep well, eat well akan jadi mudah jika diikuti dengan kegiatan memberi.
Pintu ketiga untuk menuju keindahan dan kebahagiaan adalah berawal dari semakin gelap hidup Anda, semakin terang cahaya Anda di dalam.
Perhatikanlah bintang di malam hari tampak bercahaya, jika langitnya gelap. Sedangkan, lilin di sebuah ruangan akan bercahaya bagus, jika ruangannya gelap. Artinya, semakin Anda berhadapan dengan masalah dan cobaan dalam hidup, semakin bercahaya Anda dari dalam.
“Jika Anda punya suami yang keras dan marah-marah, jangan lupa bersyukurlah. Karena suami yang keras dan marah-marah, membuat sinar dari dalam diri Anda bercahaya. Anda punya istri cerewetnya minta ampun. Bersyukurlah, karena orang cerewet adalah guru kehidupan terbaik. Paling tidak dari orang cerewet kita belajar tentang kesabaran.
Jika Anda punya atasan diktatornya minta ampun. Bersyukurlah, karena Anda dapat belajar tentang kebijaksanaan,” ujar Gede Prama membesarkan hati.
Orang yang pada akhirnya menemukan keindahan dan kebahagiaan, menurut Gede Prama, biasanya telah lulus dari universitas kesulitan. Semakin banyak kesulitan hidup yang kita hadapi, semakin diri kita bercahaya dari dalam. Mengutip perkataan Jamaluddin Rumi, semuanya dikirim sebagai pembimbing kehidupan dari sebuah tempat yang tidak terbayangkan.
“Tidak hanya orang cantik saja yang berguna, orang jelek juga berguna. Gunanya adalah karena orang jelek, orang cantik terlihat jadi tambah cantik,” kata Gede Prama disambut tawa peserta. “Jadi semuanya ada gunanya, untuk menghidupkan cahaya-cahaya beauty and happiness,” tegasnya.
Pintu keempat adalah surga bukanlah sebuah tempat, melainkan adalah rangkaian sikap.
“Bila Anda melihat hidup penuh dengan kesusahan dan godaan, maka neraka tidak diketemui setelah mati. Neraka sudah ketemu sekarang,” ujar Gede Prama.
Sedangkan Anda akan bertemu surga, jika hasil dari rangkaian sikap Anda benar. Sikap ini dimulai dari berhenti mengkhawatirkan segala sesuatunya, dan coba yakinkan diri bahwa everything will be allright. Setiap kali kita melalukan ritual peribadatan, tetapi setiap kali pula kita merasa takut. Padahal ketakutan adalah sebentuk ketidakyakinan terhadap kebenaran.
“Kalau Anda melalukan ritual peribadatan tapi masih takut, mending jangan melalukan ritual peribadatan, karena toh Anda tidak yakin terhadap kebenaran,” kata Gede Prama.
“Segala sesuatunya menjadi baik-baik saja jika Anda mencintai yang kecil,” sambung Gede Prama.
Pintu kelima menuju keindahan dan kebahagiaan yakni tahu diri kita dan kita tahu kehidupan.
Manusia-manusia yang tidak tahu diri adalah manusia yang tidak pernah ketemu keindahan dan kebahagiaan dalam hidupnya.
“Sumur kehidupan yang tidak pernah kering berada di dalam. Sumur ini hanya kita temukan dan kita timba airnya kalau kita bisa mengetahui diri kita sendiri,” kata Gede Prama.
Seandainya diri sendiri telah ditemukan, maka artinya kita kemudian mengetahui arti kehidupan.
Nb : Bila ditanyakan apakah aku merasa tidak bahagia, aku akan menjawab AKU BAHAGIA,Bila aku MERASA tidak bahagia,aku HARUS bersyukur bahwa diluar sana ada yang TIDAK BAHAGIA.
mungkin di rumah Nasrudin lagi mati lampu ya?
BalasHapushehehe.....